السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Special Panel 3 IMSIC 2024 STAIN Kepri, Bahas Isu-isu Terkini Terkait Praktik Keagamaan dalam Masyarakat Multikultural

  • 20 November 2024
  • Oleh: Humas STAIN Kepri
  • 36
Berita Utama

Bintan, Kampus Bersendikan Wahyu Berteraskan IlmuSekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau sukses menggelar seminar internasional bertajuk 1st Islamic and Malay Studies International Conference (IMSIC) yang diselenggarakan selama dua hari, Selasa-Rabu, 19-20 November 2024. Seminar internasional perdana ini berlangsung di Auditorium Razali Jaya, Kampus STAIN Sultan Abdurrahman, dan menghadirkan Ketua STAIN Kepri, Dr. Muhammad Faisal, M.Ag., sebagai keynote speaker.

Dalam sesi Panel 3, yang di moderatori oleh Zulhamdan, M.Pd., mengusung tema, “The recent issues of religious practices in multicultural society”, menghadirkan empat pembicara dari akademisi STAIN Kepri, diantaranya; Dr. H. Imam Subekti, M.Pd.I., Dr. M. Taufiq, M.S.I., Kamaruzaman, M.M., dan Nur Ikhlas, M.A.


Pembicara pertama, Dr. H. Imam Subekti, M.Pd.I., memaparkan hasil penelitian berjudul “Manajemen Strategi dalam Meningkatkan Efektivitas Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta di Kepulauan Riau”. Penelitian ini berfokus pada tantangan yang dihadapi perguruan tinggi keagamaan Islam swasta (PTKIS) dalam memenuhi tuntutan akreditasi institusi dan program studi. Selain itu, penelitian ini bertujuan mengevaluasi tingkat efektivitas penerapan manajemen strategik PTKIS melalui formulasi, implementasi, dan evaluasi strategi dalam rangka meningkatkan efektivitas operasional perguruan tinggi. Dengan pendekatan kualitatif, penelitian ini menghasilkan tiga komponen strategis utama untuk mendorong efektivitas PTKIS di Kepulauan Riau, yaitu formulasi strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi strategi meliputi perumusan visi, misi, tujuan, dan strategi yang jelas, identifikasi faktor internal dan eksternal melalui analisis SWOT, serta penyusunan rencana strategis dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Pada tahap implementasi, strategi yang diterapkan mencakup penetapan kebijakan institusi, pemberian motivasi kepada dosen dan staf administrasi, optimalisasi sumber daya manusia sesuai kompetensi, dan penguatan budaya kelembagaan yang mendukung. Evaluasi strategi dilakukan dengan memonitor hasil perencanaan, mengukur kinerja individu dan lembaga, serta mengambil langkah perbaikan yang diperlukan. Kesimpulan dari penelitian ini menegaskan pentingnya manajemen strategik yang mencakup peningkatan kualitas, promosi, kerjasama, penjaminan mutu, layanan mahasiswa, serta penguatan penelitian dan publikasi ilmiah untuk mendorong efektivitas PTKIS. Dengan strategi tersebut, diharapkan animo masyarakat untuk melanjutkan studi di PTKIS, khususnya di Provinsi Kepulauan Riau, akan meningkat secara signifikan.


Pembicara kedua, Dr. M. Taufiq, M.S.I., dalam presentasi penelitiannya yang berjudul "Transformation of the National Sharia Council Fatwa on Hybrid Contract in the Regulation of Islamic Banking in Indonesia: Challenges and Opportunities in a Multicultural Society," menekankan peran strategis Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam membangun sistem keuangan syariah di Indonesia. DSN-MUI tidak hanya merumuskan fatwa untuk produk dan layanan keuangan syariah, tetapi juga bertanggung jawab memastikan kepatuhan syariah, mendorong inovasi industri keuangan, dan meningkatkan literasi keuangan syariah di masyarakat. Selain itu, DSN-MUI berperan sebagai penghubung yang harmonis antara hukum syariah dan regulasi nasional, sehingga membentuk landasan kokoh bagi pengembangan sistem keuangan syariah yang inklusif dan berkelanjutan di tengah keberagaman masyarakat Indonesia.

Transformasi fatwa DSN-MUI menjadi regulasi, seperti dalam skema kontrak hybrid Musyarakah Mutanaqisah, memberikan peluang besar untuk mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah. Namun, Dr. Taufiq juga menyoroti beberapa tantangan yang dihadapi, terutama dalam konteks masyarakat multikultural, seperti harmonisasi peraturan, peningkatan edukasi masyarakat, dan adaptasi terhadap kebutuhan segmen pasar yang beragam. Ia menyimpulkan bahwa perbankan syariah dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional apabila inovasi berkelanjutan dilakukan dan kolaborasi erat antara regulator, pelaku industri, dan masyarakat terus diperkuat. Skema seperti Musyarakah Mutanaqisah menunjukkan bagaimana prinsip keadilan, melalui pembagian ujrah yang adil antara bank dan nasabah, menjadi landasan penting dalam menciptakan keuangan syariah yang relevan dan kompetitif.


Selanjutnya pembicara ketiga, Kamaruzaman, M.M dalam penelitiannya yang berjudul “Tradisi Masyarakat Pesisir Dalam Memenuhi Kebutuhan Ekonomi”, menyoroti tradisi masyarakat pesisir di Kota Batam dalam memenuhi kebutuhan ekonomi yang didasarkan pada hubungan erat antara manusia dengan alam sekitarnya. Sebagai wilayah yang terdiri dari jajaran pulau-pulau, masyarakat pesisir Batam menjadikan laut sebagai sumber utama penghidupan mereka. Tradisi melaut, yang menjadi inti dari kehidupan ekonomi masyarakat ini, mencakup berbagai kegiatan seperti menjaring, memancing, menyelam, hingga membuat peralatan melaut. Praktik-praktik ini tidak hanya didasarkan pada pengetahuan teknis, tetapi juga pada keterampilan navigasi dan pemahaman tentang kondisi alam seperti pasang surut dan cuaca. Tradisi melaut ini tetap bertahan meskipun masyarakat menghadapi tantangan modernisasi dan perubahan iklim, dengan sebagian dari mereka tetap menggali alternatif ekonomi tanpa meninggalkan identitas tradisional mereka. 

Selain itu, penelitian ini mengungkap nilai penting tradisi melaut sebagai elemen budaya yang membentuk identitas masyarakat Melayu pesisir di Kepulauan Riau. Tradisi ini tidak hanya berperan sebagai strategi ekonomi tetapi juga sebagai medium untuk mempertahankan eksistensi budaya dan entitas komunitas lokal. Dalam menghadapi dinamika sosial dan ekonomi, masyarakat pesisir menunjukkan resistensi tradisi melalui adaptasi terhadap integrasi budaya dan industri modern. Hal ini mencerminkan bahwa tradisi melaut, yang terdiri dari lima kategori utama—jenis kegiatan, peralatan, strategi, navigasi, dan kemampuan memandu—memiliki nilai strategis dalam menjaga keberlanjutan budaya sekaligus mendukung kebutuhan ekonomi.


Sementara itu, Nur Ikhlas, M.A., dalam penelitiannya yang berjudul The Dialectics of Malay Muslim Communities Towards Religious Difference: Responses and Practices, mengkaji karakter Islam dalam masyarakat Melayu di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, yang menonjolkan nilai-nilai pluralisme dan toleransi. Islam di wilayah ini tidak hanya menjadi bagian dari adat-istiadat Melayu tetapi juga berinteraksi secara dinamis dengan tradisi agama lain seperti Buddha, Hindu, dan Kristen. Hal ini terwujud melalui kehidupan masyarakat yang heterogen, di mana simbol-simbol keagamaan seperti masjid, gereja, dan vihara hidup berdampingan. Akulturasi budaya dan praktik inklusif ini mencerminkan karakter Islam moderat yang mampu beradaptasi dengan keberagaman sekaligus memperkuat nilai-nilai demokrasi. 

Penelitian ini juga menggarisbawahi pentingnya identitas Melayu dalam membentuk hubungan sosial yang harmonis di tengah keberagaman agama. Identitas ini melibatkan bahasa, kostum, dan ritual keagamaan, serta nilai-nilai lokal yang membentuk harmoni antara komunitas Muslim dan non-Muslim. Masyarakat Muslim Tanjungpinang menunjukkan praktik toleransi, seperti partisipasi dalam perayaan agama lain, keterlibatan politik lintas agama, dan penerimaan terhadap simbol-simbol kepercayaan yang berbeda. Fenomena ini membuktikan bagaimana Islam di Nusantara mengintegrasikan prinsip-prinsip pluralisme dalam membangun kohesi sosial dalam masyarakat multikultural.  

Special Panel 3 IMSIC 2024 di STAIN Kepri telah memberikan kontribusi signifikan dalam membahas isu-isu terkini terkait praktik keagamaan dalam masyarakat multikultural. Diskusi yang menghadirkan berbagai perspektif penelitian, mulai dari manajemen strategik di perguruan tinggi keagamaan, transformasi fatwa syariah dalam perbankan Islam, hingga tradisi ekonomi masyarakat pesisir dan dialektika keberagaman agama dalam konteks Islam Melayu, mencerminkan kekayaan intelektual dan relevansi akademik tema yang diangkat. Hal ini menegaskan pentingnya adaptasi dan inovasi, baik dalam konteks institusi pendidikan, sektor ekonomi, maupun kehidupan sosial-keagamaan, untuk mendukung keberlanjutan nilai-nilai inklusivitas, toleransi, dan harmoni dalam masyarakat yang semakin beragam. (luluk)