السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Perkuat Sinergi Islam dan Budaya, Dosen Prodi HKI STAIN SAR Kepri Paparkan Tradisi Kerubuhan Gunung di Seminar Internasional

  • 24 Juli 2025
  • Oleh: Humas STAIN Kepri
  • 37
Berita Utama

Bintan, Kampus Bersendikan Wahyu Berteraskan Ilmu — Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam (HKI) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau, Rizki Pradana Hidayatullah, M.Sos., turut berpartisipasi sebagai presenter dalam International Seminar “Sharia, Astronomy & The Hijri Calendar: Bridging Science & Faith in the Muslim World” yang diselenggarakan secara daring oleh UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe pada Kamis, 24 Juli 2025.

Forum internasional tersebut menghadirkan akademisi dan pakar terkemuka di bidang syariah, astronomi, dan penanggalan Hijriyah dari Indonesia dan Malaysia. Hadir sebagai keynote speakers, Prof. Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag. (UIN Walisongo Semarang), Dr. Ismail, M.A. (UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe), Prof. Madya Dr. Baharuddin Bin Zainal (Universiti Sultan Zainal Abidin/UNISZA Malaysia), Dr. Marwadi, M.Ag. (UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri), dan Dr. Irwansyah, M.H.I. (Hisab & Rukyat Institution PB Al Washliyah).

Dalam paparannya, Rizki mempresentasikan hasil kajian berjudul “Kerubuhan Gunung Tradition in the Javanese Community of Tanjungpinang City, Riau Islands Province”. Tradisi Kerubuhan Gunung merupakan praktik penundaan pernikahan apabila salah satu anggota keluarga inti meninggal dunia pada masa persiapan pernikahan. Berdasarkan ketentuan adat, pernikahan ditunda hingga pergantian tahun dalam kalender Islam Kejawen, dengan penentuan waktu oleh pemimpin adat menggunakan perhitungan tertentu, minimal 100 hari setelah wafatnya anggota keluarga inti.

Ditinjau dari perspektif teori ‘urf, tradisi ini tergolong ‘urf ‘amali karena berupa tindakan yang dilaksanakan masyarakat, serta termasuk ‘urf khas karena berlaku terbatas pada kelompok dan wilayah tertentu. Berdasarkan keabsahan syariatnya, tradisi ini masuk kategori ‘urf sahih karena tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadis, tidak menghilangkan kemaslahatan, serta tidak menimbulkan kemudaratan bagi masyarakat.

Rizki juga menguraikan bahwa larangan menikah selama masa berkabung memiliki makna etika sosial yang mendalam. Tradisi ini dipandang sebagai bentuk penghormatan dan belasungkawa kepada keluarga yang berduka, khususnya apabila yang wafat adalah orang tua. Selain itu, masa berkabung memberikan ruang bagi keluarga untuk menyesuaikan kondisi emosional sebelum memasuki suasana bahagia pernikahan. Lebih jauh, penundaan pernikahan ini juga berperan dalam menjaga keharmonisan keluarga serta mencegah timbulnya potensi konflik di tengah situasi kesedihan.

“Tradisi Kerubuhan Gunung bukan sekadar aturan adat, melainkan wujud harmoni antara nilai agama, etika sosial, dan pelestarian budaya Jawa di tanah perantauan,” ungkap Rizki.

Partisipasi Rizki dalam forum internasional ini menjadi wujud kontribusi STAIN SAR Kepri dalam memperkenalkan kekayaan budaya lokal ke kancah internasional sekaligus menguatkan sinergi antara kajian keislaman dan pelestarian tradisi masyarakat. (Rizki/LF)