السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Bintan, Kampus Bersendikan Wahyu Berteraskan Ilmu — Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam (HKI) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau, Rizki Pradana Hidayatullah, M.Sos., turut berpartisipasi sebagai presenter dalam International Seminar “Sharia, Astronomy & The Hijri Calendar: Bridging Science & Faith in the Muslim World” yang diselenggarakan secara daring oleh UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe pada Kamis, 24 Juli 2025.
Forum
internasional tersebut menghadirkan akademisi dan pakar terkemuka di bidang
syariah, astronomi, dan penanggalan Hijriyah dari Indonesia dan Malaysia. Hadir
sebagai keynote speakers, Prof. Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag. (UIN
Walisongo Semarang), Dr. Ismail, M.A. (UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe),
Prof. Madya Dr. Baharuddin Bin Zainal (Universiti Sultan Zainal Abidin/UNISZA
Malaysia), Dr. Marwadi, M.Ag. (UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri), dan Dr.
Irwansyah, M.H.I. (Hisab & Rukyat Institution PB Al Washliyah).
Dalam
paparannya, Rizki mempresentasikan hasil kajian berjudul “Kerubuhan Gunung
Tradition in the Javanese Community of Tanjungpinang City, Riau Islands
Province”. Tradisi Kerubuhan Gunung merupakan praktik penundaan
pernikahan apabila salah satu anggota keluarga inti meninggal dunia pada masa
persiapan pernikahan. Berdasarkan ketentuan adat, pernikahan ditunda hingga
pergantian tahun dalam kalender Islam Kejawen, dengan penentuan waktu oleh
pemimpin adat menggunakan perhitungan tertentu, minimal 100 hari setelah
wafatnya anggota keluarga inti.
Ditinjau
dari perspektif teori ‘urf, tradisi ini tergolong ‘urf ‘amali karena
berupa tindakan yang dilaksanakan masyarakat, serta termasuk ‘urf khas
karena berlaku terbatas pada kelompok dan wilayah tertentu. Berdasarkan
keabsahan syariatnya, tradisi ini masuk kategori ‘urf sahih karena tidak
bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadis, tidak menghilangkan kemaslahatan,
serta tidak menimbulkan kemudaratan bagi masyarakat.
Rizki
juga menguraikan bahwa larangan menikah selama masa berkabung memiliki makna
etika sosial yang mendalam. Tradisi ini dipandang sebagai bentuk penghormatan
dan belasungkawa kepada keluarga yang berduka, khususnya apabila yang wafat
adalah orang tua. Selain itu, masa berkabung memberikan ruang bagi keluarga
untuk menyesuaikan kondisi emosional sebelum memasuki suasana bahagia
pernikahan. Lebih jauh, penundaan pernikahan ini juga berperan dalam menjaga
keharmonisan keluarga serta mencegah timbulnya potensi konflik di tengah
situasi kesedihan.
“Tradisi
Kerubuhan Gunung bukan sekadar aturan adat, melainkan wujud harmoni antara
nilai agama, etika sosial, dan pelestarian budaya Jawa di tanah perantauan,”
ungkap Rizki.
Partisipasi Rizki dalam forum internasional ini menjadi wujud kontribusi STAIN SAR Kepri dalam memperkenalkan kekayaan budaya lokal ke kancah internasional sekaligus menguatkan sinergi antara kajian keislaman dan pelestarian tradisi masyarakat. (Rizki/LF)
Penerimaan Tamu Racana Angkatan IX STAIN Kepri: Kokohkan Persaudaraan dengan Semangat Totalitas
Disdik Tanjungpinang Gandeng Mahasiswa dalam Monev ANBK SD se-Kota Tanjungpinang
Mahasiswa STAIN Kepri Raih Juara 2 Voli Putra dalam Rangka Dies Natalis Poltekkes