السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jihad Intelektual ala Nasaruddin Umar: Menyemai Spiritualitas, Ekologi, dan Cinta dalam Lanskap Pemikiran Islam Kontemporer

  • 17 Juli 2025
  • Oleh: Humas STAIN Kepri
  • 166
Berita Utama

Jakarta, Kampus Bersendikan Wahyu Berteraskan Ilmu — Dalam dinamika pemikiran Islam kontemporer di Indonesia, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A. menempati posisi strategis sebagai intelektual muslim yang berhasil menjembatani tradisi keislaman dengan tuntutan zaman. Melalui gagasan-gagasannya yang progresif dan berakar kuat pada nilai-nilai Islam, seperti eko-teologi, kurikulum cinta, hingga konsep green religion, Nasaruddin Umar menghadirkan wajah Islam yang ramah, solutif, dan penuh kasih.

Gagasan-gagasan tersebut tidak hanya lahir sebagai wacana akademik, tetapi telah menjelma menjadi gerakan sosial keagamaan yang relevan dengan tantangan dunia modern, termasuk krisis lingkungan, disorientasi spiritual, dan radikalisme agama.

Eko-Teologi: Membumikan Spiritualitas dalam Isu Ekologi

Salah satu kontribusi penting Nasaruddin Umar adalah pengembangan eko-teologi—suatu pendekatan yang menempatkan lingkungan sebagai bagian integral dari sistem teologis Islam. Ia menekankan bahwa alam bukan sekadar objek eksploitasi, melainkan ayat kauniyah yang memiliki martabat spiritual dan harus dijaga sebagai bentuk amanah kekhalifahan manusia.

Konsep ini tidak berhenti di tataran ide. Di bawah kepemimpinannya sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin menggagas “Masjid Ramah Lingkungan” yang menjadi model konkret aksi ekologi berbasis spiritualitas. Melalui praktik pengelolaan sampah, konservasi air, dan efisiensi energi, masjid dijadikan episentrum edukasi dan gerakan lingkungan yang bersumber dari nilai-nilai keislaman.

Kurikulum Cinta: Mengembalikan Pendidikan Islam kepada Spirit Rahmah

Dalam bidang pendidikan dan dakwah, Nasaruddin menawarkan gagasan kurikulum cinta, yakni pendekatan pedagogis yang berlandaskan pada kasih sayang (rahmah) dan nilai kemanusiaan. Ia mengkritik metode pengajaran agama yang cenderung dogmatis, eksklusif, dan represif, dan menggantinya dengan narasi kelembutan, empati, dan penghargaan terhadap keberagaman.

Menurutnya, akar dari banyaknya konflik keagamaan adalah ketiadaan pemahaman mendalam terhadap nilai kasih dalam Islam. Maka, kurikulum cinta ditawarkan sebagai strategi kontra-radikalisasi yang menekankan pentingnya pendidikan agama yang membebaskan dan memanusiakan.

Green Religion: Islam sebagai Gerakan Etis Global

Melalui gagasan green religion, Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa Islam mengandung ajaran ekologis yang sangat kaya. Setiap ibadah ritual dalam Islam, seperti wudhu, puasa, haji, dan sedekah, memiliki dimensi ekologis—menuntun umat untuk hidup hemat, berbagi, dan menjaga keseimbangan alam.

Dalam forum internasional, ia aktif mempromosikan kontribusi Islam dalam mengatasi krisis iklim dan lingkungan hidup. Ia menegaskan bahwa agama dapat dan harus menjadi bagian dari solusi global melalui gerakan lintas iman yang berbasis pada kepedulian terhadap bumi.

Jihad Intelektual: Integrasi Ilmu, Spiritualitas, dan Aksi Sosial

Apa yang dilakukan Nasaruddin Umar merupakan manifestasi dari jihad intelektual, yakni perjuangan membumikan nilai-nilai Islam melalui akal sehat, ilmu pengetahuan, dan spiritualitas yang konstruktif. Ia tidak membatasi kiprahnya di mimbar keagamaan, tetapi juga aktif di ruang publik, forum ilmiah, diplomasi antaragama, dan advokasi kebangsaan.

Sebagai ulama yang juga akademisi, ia menulis buku, memimpin lembaga besar, berdialog dengan tokoh dunia, dan membimbing umat secara langsung. Ia menunjukkan bahwa ulama bukan antitesis dari modernitas, tetapi agen transformasi peradaban jika mampu membaca zaman dan mengartikulasikan ajaran Islam secara relevan dan transformatif.

Penutup: Inspirasi bagi Generasi Intelektual Muslim

Pemikiran dan kiprah Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A. menegaskan bahwa jihad intelektual tidak identik dengan konflik ideologis, tetapi justru dengan keberanian menghadirkan Islam sebagai solusi di tengah tantangan global. Ia menawarkan paradigma kepemimpinan spiritual yang moderat, intelektual, ekologis, dan berorientasi pada perdamaian.

Di tengah arus globalisasi dan fragmentasi sosial, pendekatan Nasaruddin Umar menjadi oase—meneguhkan bahwa Islam bukan hanya agama yang dipeluk, tetapi juga yang merangkul dan memulihkan. Jihad intelektual ala Nasaruddin Umar adalah warisan pemikiran yang tak hanya menginspirasi, tetapi juga menuntun arah masa depan peradaban Islam yang tercerahkan.