السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Kampus Bersendikan Wahyu Berteraskan Ilmu — Usai berakhirnya penyelenggaraan ibadah haji 2025, Menteri Agama Republik Indonesia Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A, menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada seluruh jemaah haji Indonesia. Permintaan maaf itu menjadi sorotan dan simbol keteladanan kepemimpinan seorang ulama dan negarawan yang rendah hati.
Dalam
pernyataannya, Nasaruddin Umar mengakui masih terdapat sejumlah kekurangan
dalam layanan haji, meskipun secara umum pelaksanaannya berjalan lancar. “Kami
memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh jemaah atas segala kekurangan
selama pelaksanaan ibadah haji tahun ini,” ujarnya dalam keterangan resmi,
Minggu (14/7).
Pernyataan
tersebut disampaikan dengan penuh kelembutan dan ketulusan, mencerminkan
karakter beliau yang sejuk dan menenangkan. Sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal
dan cendekiawan muslim terkemuka, Nasaruddin Umar dikenal luas sebagai sosok
yang memadukan kecerdasan intelektual dengan kedalaman spiritual.
Kepemimpinannya di Kementerian Agama telah memberikan warna baru dalam
birokrasi keagamaan yang lebih humanis dan inklusif.
Momen permintaan maaf ini juga menjadi refleksi 75 tahun perjalanan Kementerian Agama dalam mengelola penyelenggaraan ibadah haji. Dalam rentang waktu tersebut, haji telah berkembang menjadi salah satu tugas negara yang sangat kompleks, mencakup aspek logistik, diplomasi, hingga pelayanan umat. Di tengah segala tantangan tersebut, sikap Nasaruddin Umar menunjukkan bahwa keberanian meminta maaf bukanlah kelemahan, tetapi justru wujud tanggung jawab dan kedewasaan moral.
Gaya
komunikasinya yang menenangkan memperlihatkan betapa pentingnya pendekatan
spiritual dan empatik dalam kepemimpinan publik. Di saat banyak pejabat memilih
bersikap defensif, Nasaruddin Umar justru tampil sebagai figur yang bersedia
mendengar dan merangkul, tak segan mengakui kekurangan institusi yang
dipimpinnya.
Sebagai
ulama yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan kedamaian, Nasaruddin
Umar berhasil menyampaikan pesan kuat bahwa ibadah haji bukan hanya soal
teknis, tapi juga menyangkut rasa keadilan dan ketulusan pelayanan kepada umat.
Ia memberikan contoh nyata bahwa birokrasi bisa dibingkai dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan keteladanan moral.
Dengan
ketulusan itu, publik tak hanya melihat Menteri Agama, tetapi juga seorang
pemimpin umat yang tetap menjunjung tinggi amanah dan etika spiritual. Sebuah
keteladanan yang patut diapresiasi dan dijadikan panutan dalam dunia
kepemimpinan nasional. (Humas Kemenag)
Penerimaan Tamu Racana Angkatan IX STAIN Kepri: Kokohkan Persaudaraan dengan Semangat Totalitas
Disdik Tanjungpinang Gandeng Mahasiswa dalam Monev ANBK SD se-Kota Tanjungpinang
Mahasiswa STAIN Kepri Raih Juara 2 Voli Putra dalam Rangka Dies Natalis Poltekkes